Pinjaman online atau sering dikenal sebagai peer-to-peer lending merupakan salah satu kategori teknologi finansial yang diminati seluruh kalangan baik pelaku usaha maupun individu.
Hal ini dikarenakan dalam pinjaman online, para pihak baik pemberi pinjaman maupun penerima pinjaman akan lebih mudah melakukan transaksi pinjam meminjam uang tanpa harus melakukan pertemuan secara langsung.
Hingga bulan Juni 2021, berdasarkan laporan Menteri Komunikasi dan Informatika, Jhonny G. Plate, 25,3 juta masyarakat tercatat menggunakan layanan P2P lending, baik sebagai pemberi pinjaman maupun penerima pinjaman.
Namun, dibalik banyaknya pengguna pinjaman online tersebut, banyak penyedia layanan pinjaman online yang masih melakukan praktik-praktik yang merugikan salah satu pihak seperti contohnya memviralkan bahkan menyebarkan data pribadi penerima pinjaman yang tidak bisa membayar hutang.
Aspek Hukum Pinjaman Online di Indonesia
Dasar perjanjian pinjaman online di Indonesia pada dasarnya diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi.
Pasal 7 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi menjelaskan bahwa penyelenggara pinjaman online wajib melakukan pengajuan pendaftaran dan perizinan kepada Otoritas Jasa Keuangan.
Penyelenggara pinjaman online ini juga menurut Pasal 7 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi juga harus berbentuk badan hukum berupa perseroan terbatas (PT) atau koperasi.
Hal tersebut dapat diartikan bahwa penyelenggara pinjaman online yang tidak melakukan pendaftaran dan izin pada Otoritas Jasa Keuangan serta tidak berbentuk PT ataupun koperasi dapat dikatakan sebagai pinjaman online ilegal.
Pihak-Pihak dalam Pinjaman Online
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi menjelaskan bahwa terdapat tiga pihak dalam pinjaman online, yakni penyedia layanan pinjaman, pemberi pinjaman dan penerima pinjaman.
Pinjaman online yang legal setidaknya harus terdapat ketiga pihak tersebut. Dalam hal ini, pemberi pinjaman berlaku sebagai kreditur yang memberikan kuasa kepada penyedia layanan pinjaman untuk memberikan uang pinjaman kepada penerima pinjaman.
Tidak sedikit pinjaman online yang ada di Indonesia hanya dilakukan oleh dua pihak, yakni penyedia layanan pinjaman sekaligus sebagai pemberi pinjaman dan penerima pinjaman itu sendiri.
Hal tersebut pun biasanya diikuti perjanjian-perjanjian sebelum dilakukannya pinjaman online antara pemberi dan penerima pinjaman yang merugikan salah satu pihak, seperti perjanjian Gagal Bayar Pinjol yang menyatakan bahwa penerima pinjaman bersedia untuk disebar data pribadinya apabila ia terlambat atau tidak membayar hutang.
Sanksi Memviralkan Hutang Seseorang Pada Pinjaman Online di Indonesia
Seperti yang telah dijelaskan di atas, ada sebagian praktik pinjaman online yang dilakukan di Indonesia melakukan perjanjian-perjanian yang merugikan salah satu pihak, seperti salah satunya memviralkan hutang penerima pinjaman apabila ia terlambat atau tidak membayar hutang.
Pinjam meminjam uang yang dilakukan secara online merupakan salah satu bentuk perjanjian. Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata memberikan syarat sah suatu perjanjian sebagai berikut:
1. kesepakatan para pihak yang mengikatkan dirinya untuk melakukan perjanjian;
2. kecakapan para pihak yang mengikatkan dirinya untuk melakukan perjanjian;
3. objek yang diperjanjikan adalah suatu pokok persoalan tertentu;
4. objek yang diperjanjikan merupakan suatu sebab yang halal.
Halal dalam hal ini dapat diartikan bahwa para pihak yang melakukan perjanjian tidak boleh bertentangan dengan kesusilaan dan peraturan perundang-undangan.
Apabila hal tersebut dilakukan, maka perjanjian yang dilakukan para pihak dianggap tidak ada dan tidak pernah terjadi sama sekali atau batal demi hukum.
Praktik pinjaman online yang memperjanjikan memviralkan hutang penerima pinjaman apabila ia terlambat atau tidak membayar hutang selain bertentangan dengan kesusilaan juga pada hakikatnya bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
Pihak yang memviralkan seseorang yang tidak membayar hutang pada pinjaman online justru dapat dijerat pidana berdasarkan Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik yang menyatakan bahwa “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mendistribusikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik jika Galbay PinJol Cairin”. dapat dipidana paling lama 4 tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 750.000.000.
Pasal 7 Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 4 Tahun 2016 tentang Sistem Manajemen Pengamanan Informasi mengatur bahwa penyelenggara P2P Lending sebegai penyelenggara sistem elektronik harus menerapkan standar ISO/IEC 2021 dan ketentuan pengamanan yang dilakukan penetapan oleh Instansi Pengawas dan Pengatur Sektor sistem elektronik yang bersangkutan.
ISO/IEC sendiri merupakan standar internasional yang disiapkan sebagai model guna menetapkan, menerapkan, mengoperasikan, memantau, meninjau, memelihara dan meningkatkan Sistem Manajemen Penagamanan Informasi untuk memastikan perlindungan atas data pribadi penerima pinjaman demi tercapainya keamanan informasi yakni terjaganya kerahasiaan, keutuhan dan ketersediaan informasi.
Otoritas Jasa Keuangan melalui Surat Otoritas Jasa Keuangan Nomor S-72/NB.213/2019 tanggal 12 Februari 2019 perihal Perintah Pembatasan Akses Data Pribadi pada Smarthphone Pengguna Fintech Lending kemudian memberikan perintah pembatasan akses data pribadi calon pemberi dan penerima pinjaman pada smartphone yang menyatakan bahwa penyelenggara P2P Lending hanya boleh mengakses data pribadi berupa lokasi, kamera dan mikropon.
Otoritas Jasa Keuangan juga memberikan pengaturan yang menyatakan bahwa lokasi yang boleh diakses penyelenggara layanan P2P Lending berdasarkan GPS Location dan GSM International Mobile Equipment Identity (IMEI) dalam rangka Electronic Know Your Customer (E-KYC) yang diatur melalui Surat Otoritas Jasa Keuangan Nomor S-327/NB.213/2019 tanggal 29 Juni 2019 perihal Persetujuan Pemberian Akses Data Pribadi berupa IMEI pada Smarthphonwe Pengguna Fitech Lending.
Penyelenggara P2P Lending paling lambat tanggal 14 Februari 2019 diminta untuk berhenti mengakses data pribadi calon pemberi dan penerima pinjaman selain daripada 3 data yang telah disebutkan.
Jadi sahabat HeyLaw hati-hati yaa dalam memilih pinjaman online, alangkah baiknya kalian mengecek terlebih dahulu daftar pinjaman online yang sudah terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan di website Otoritas Jasa Keuangan.
Selain itu, apabila kalian merasa dirugikan dan menemukan transaksi-transaksi pinjaman online yang dirasa ilegal, kalian dapat melakukan aduan melalui kontak Otoritas Jasa Keuangan yakni 157 atau melalui surat elektronik ke alamat konsumen@ojk.go.id atau melalui Whatsapp pada nomor 081157157157.
Demikian penjelasan terkait dengan “Viralkan Hutang Orang yang Telat Bayar pada Pinjol, Bolehkah?”, untuk artikel-artikel menarik lainnya sahabat HeyLaw dapat mengaksesnya disini.
Selain itu, sahabat HeyLaw dapat juga loh mengikuti kelas Konsep Hukum Siber dan Perbuatan yang dilarang dalam UU ITE disini. Hanya dengan membayar sebesar Rp.49.000, sahabat HeyLaw sudah bisa mengakses materi terkait dengan hukum siber seumur hidup, sertifikat, video materi dan diskusi bersama. Yuk, daftar sekarang juga biar update terkait dengan isu-isu kekinian hukum siber!